Biopori dikenal sebagai solusi murah dan efektif untuk konservasi air. Lubang resapan ini meningkatkan daya serap tanah, mencegah genangan, sekaligus mengolah sampah organik. Ironisnya, di lingkungan pendidikan seperti sekolah, implementasi Biopori sering terhenti atau gagal berfungsi. Padahal, potensinya untuk mengajarkan Hemat Air sangat besar.
Hambatan utama adalah masalah pemeliharaan yang tidak berkelanjutan. Siswa dan guru antusias saat pembuatan, namun setelah itu lubang Biopori sering diabaikan. Sampah organik yang harusnya diisi secara rutin dibiarkan kosong atau justru diisi sampah anorganik. Tanpa perawatan, fungsi lubang resapan ini otomatis menurun drastis.
Kurangnya alat pengebor tanah khusus juga menjadi kendala praktis. Meskipun Biopori murah, proses melubangi tanah yang keras atau berbatu di halaman sekolah tanpa alat yang memadai memakan waktu dan melelahkan. Hal ini sering meredupkan semangat awal yang ingin menerapkan gerakan Hemat Air.
Selain itu, kurangnya integrasi program ini ke dalam kurikulum menjadi masalah mendasar. Biopori hanya dianggap sebagai proyek sampingan Adiwiyata, bukan bagian dari proses belajar. Warga sekolah tidak melihatnya sebagai komponen vital konservasi. Akibatnya, pemahaman akan pentingnya Hemat Air pun tidak tertanam kuat.
Isu lokasi juga penting. Banyak sekolah salah menempatkan lubang Biopori di area yang jarang dilewati air hujan atau memiliki daya serap tanah rendah. Pemilihan lokasi yang salah ini membuat manfaat Biopori tidak terasa, sehingga memicu anggapan bahwa solusi ini tidak berhasil.
Tantangan berikutnya adalah perubahan struktur tanah di sekolah. Area yang dilapisi paving atau semen padat memerlukan upaya ekstra untuk pemasangan. Memecah lapisan keras ini sering memerlukan biaya dan waktu, menghambat sekolah yang ingin memanfaatkan untuk mengurangi genangan air.
Untuk mengatasi hambatan ini, sekolah harus membentuk tim khusus yang bertanggung jawab atas pengisian dan monitoring. Edukasi harus diubah, menekankan bahwa Biopori adalah bagian dari gaya hidup Hemat Air. Setiap lubang adalah unit pengolah sampah dan konservasi yang perlu dijaga.
Sekolah dapat memanfaatkan sampah organik dari kantin dan taman sebagai pengisi rutin. Langkah ini akan mengubah menjadi solusi ganda: mengurangi sampah sekaligus memperkaya cadangan air tanah. Solusi yang benar-benar berkelanjutan tidak boleh hanya berhenti di pembuatan.