Sekolah Menengah Pertama (SMP) adalah arena sentral bagi siswa yang sedang memasuki Fase Kritis Remaja, periode di mana pencarian identitas diri (siapa saya, apa minat saya, dan ke mana saya akan melangkah) berada pada puncaknya. Pada Fase Kritis Remaja ini, kurikulum SMP memainkan peran yang jauh melampaui transfer pengetahuan akademis; ia berfungsi sebagai cermin dan panduan yang membantu siswa memahami diri mereka, potensi mereka, dan tempat mereka di masyarakat. Membimbing siswa melewati Fase Kritis Remaja ini adalah misi holistik yang dilakukan melalui integrasi mata pelajaran, bimbingan konseling, dan kegiatan non-akademik. Keberhasilan dalam menemukan identitas akan sangat mempengaruhi keputusan karir mereka di masa depan.
Kurikulum SMP dirancang untuk mendorong siswa mengeksplorasi spektrum luas pengetahuan dan keterampilan, sehingga mereka dapat mengidentifikasi di mana letak kekuatan dan kelemahan mereka. Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), misalnya, menawarkan eksplorasi terhadap nilai-nilai sosial, etika, dan peran kewarganegaraan. Dalam proyek PKn kelas IX pada bulan April 2027, siswa diwajibkan melakukan studi kasus tentang isu sosial di lingkungan terdekat mereka, mendorong mereka untuk berpikir empatik dan menemukan peran aktif mereka sebagai anggota masyarakat.
Selain itu, program Bimbingan dan Konseling (BK) di SMP menjadi benteng utama dalam mendukung pencarian identitas. Konselor tidak hanya menangani masalah disiplin, tetapi secara proaktif menyelenggarakan sesi kelompok untuk membahas isu-isu remaja, manajemen emosi, dan eksplorasi bakat. Program konseling individual secara teratur membantu siswa menganalisis hasil eksplorasi minat dan bakat mereka, memberikan landasan data yang objektif untuk mendukung pengambilan keputusan mereka. Selama tahun ajaran 2026/2027, tercatat setiap siswa kelas VII dan VIII menerima minimal dua sesi konseling individual yang fokus pada perencanaan diri.
Aspek keamanan dan lingkungan belajar yang mendukung juga penting dalam Fase Kritis Remaja. Sekolah harus menyediakan ruang yang aman secara fisik dan emosional agar siswa berani mengekspresikan diri dan melakukan kesalahan. Untuk menjaga ketertiban, terutama di area-area publik seperti kantin dan lapangan olahraga yang sering menjadi tempat interaksi sosial intens, Satuan Keamanan Sekolah (Satpam) menugaskan dua petugas untuk berpatroli saat jam istirahat utama (pukul 09.30 WIB). Dengan adanya lingkungan yang aman dan kurikulum yang terintegrasi, SMP berhasil membimbing siswa melewati gejolak penemuan identitas, mengubah kebingungan remaja menjadi kepercayaan diri yang terarah.