Internet adalah lautan informasi yang tak terbatas, namun tanpa peta dan kompas yang tepat, siswa rentan tenggelam dalam gelombang disinformasi. Oleh karena itu, salah satu tujuan pendidikan terpenting di era digital adalah Mengembangkan Pemikiran Kritis siswa, terutama saat mereka berselancar di dunia maya. Kemampuan ini menjadi perisai digital yang fundamental, memastikan bahwa informasi yang diakses melalui ponsel atau komputer tidak hanya diterima mentah-mentah, tetapi dianalisis, dievaluasi, dan disintesis secara rasional. Keterampilan ini penting untuk membedakan antara sumber terpercaya dan hoaks, yang dapat memengaruhi pandangan dunia dan keputusan personal mereka.
Proses Mengembangkan Pemikiran Kritis saat browsing internet dimulai dari pengenalan terhadap konsep ‘otoritas’ digital. Siswa perlu diajarkan untuk tidak hanya melihat seberapa populer sebuah informasi, melainkan siapa di balik informasi tersebut. Sebagai studi kasus, di SMP Swasta Harapan Bangsa, guru mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), Ibu Dewi Sartika, S.Kom., memulai modul literasi digital pada hari Senin, 7 Oktober 2024. Beliau memberikan tugas kepada siswa kelas VIII untuk mencari data mengenai perubahan iklim. Siswa kemudian diminta membandingkan data yang mereka temukan di situs jurnal ilmiah internasional dengan data yang ditemukan di forum diskusi anonim.
Ibu Dewi kemudian membimbing siswa melalui serangkaian pertanyaan kunci: Apakah penulis memiliki kualifikasi atau gelar yang relevan dengan topik yang dibahas? Apakah situs tersebut memiliki domain yang kredibel (misalnya, go.id, .edu, atau .org)? Dan yang terpenting, kapan informasi itu terakhir diperbarui? Siswa diajarkan bahwa sebuah artikel yang ditulis oleh seorang peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) pada tahun 2023 memiliki validitas yang jauh lebih tinggi dibandingkan sebuah unggahan blog tanpa nama dari tahun 2010. Latihan ini dirancang untuk menanamkan kebiasaan memverifikasi latar belakang sumber sebelum menyerap isinya.
Langkah berikutnya dalam Mengembangkan Pemikiran Kritis adalah melatih kemampuan siswa untuk mendeteksi bias dan agenda tersembunyi. Siswa perlu menyadari bahwa setiap informasi online, baik dari media berita maupun media sosial, seringkali memiliki sudut pandang tertentu. Dalam simulasi kelas, siswa dihadapkan pada dua laporan berbeda dari dua saluran berita yang berlawanan mengenai topik kebijakan ekonomi. Mereka diminta untuk mencari tahu siapa pemilik media tersebut dan bagaimana hal itu mungkin memengaruhi narasi yang mereka sampaikan. Keterampilan ini membantu siswa untuk tidak hanya mengetahui “apa” yang dikatakan, tetapi juga “mengapa” hal itu dikatakan.
Untuk memberikan perspektif keamanan, sekolah juga berkolaborasi dengan pihak berwenang. Pada tanggal 15 Oktober 2024, siswa mendapatkan sesi edukasi dari Kepala Unit Kejahatan Siber Polsek Cengkareng, Inspektur Dua (Ipda) Haris Maulana, S.H., yang menjelaskan tentang konsekuensi hukum dari menyebarkan informasi palsu (hoaks) atau fitnah, serta tips mengenali situs phishing. Edukasi ini memberikan dimensi praktis dan etis pada pembelajaran di kelas. Dengan Mengembangkan Pemikiran Kritis secara sistematis, siswa bukan hanya menjadi pengguna internet yang lebih aman, tetapi juga menjadi partisipan masyarakat yang lebih informatif dan rasional. Ini adalah investasi vital untuk masa depan yang didominasi oleh informasi.