Ketika berbicara tentang pendidikan di Indonesia, nama Ki Hadjar Dewantara tak mungkin terlewatkan. Beliau bukan sekadar tokoh sejarah, melainkan representasi ideal dari sosok guru Indonesia yang sesungguhnya. Dedikasi, pemikiran, dan perjuangannya telah mengukir jejak yang mendalam dalam sistem pendidikan nasional. Mengenal lebih dekat Ki Hadjar Dewantara berarti memahami esensi dari sosok guru Indonesia yang menginspirasi dan menjadi panutan hingga kini.
Raden Mas Soewardi Soerjaningrat, yang kemudian dikenal sebagai Ki Hadjar Dewantara, dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889. Tanggal kelahirannya kini diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional, sebuah bentuk penghargaan atas kontribusinya yang tak ternilai. Perjalanan hidupnya sebagai seorang pejuang kemerdekaan dan pendidik membuktikan betapa besar perhatiannya terhadap kemajuan bangsa melalui pendidikan. Pendirian Perguruan Taman Siswa pada tanggal 3 Juli 1922 di Yogyakarta menjadi tonggak penting dalam sejarah pendidikan Indonesia, sebagai wujud nyata dari gagasan tentang pendidikan yang memerdekakan dan berpihak pada murid.
Filosofi pendidikan yang dianut oleh Ki Hadjar Dewantara, yaitu “Ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani,” adalah cerminan mendalam dari sosok guru Indonesia yang ideal. “Ing ngarsa sung tulada” mengandung makna bahwa seorang guru harus mampu menjadi contoh dan teladan yang baik bagi murid-muridnya dalam segala aspek. “Ing madya mangun karsa” berarti seorang guru harus mampu membangkitkan semangat, inisiatif, dan kreativitas pada diri siswa. Sementara “tut wuri handayani” menekankan peran guru sebagai pendorong dan pemberi arahan agar siswa dapat mengembangkan potensi dirinya secara optimal tanpa merasa tertekan. Ketiga semboyan ini menjadi pedoman bagi setiap sosok guru Indonesia dalam menjalankan tugasnya.
Lebih dari sekadar menyampaikan ilmu pengetahuan, Ki Hadjar Dewantara sebagai sosok guru Indonesia sejati memahami pentingnya pendidikan karakter dan budi pekerti. Beliau meyakini bahwa pendidikan yang holistik harus mampu mengembangkan seluruh potensi siswa secara seimbang, meliputi aspek intelektual, emosional, sosial, dan spiritual. Konsep “merdeka belajar” yang saat ini digaungkan pun sebenarnya telah menjadi inti pemikiran beliau sejak lama, di mana siswa diberikan kebebasan untuk belajar sesuai dengan minat dan bakatnya.
Setelah kemerdekaan Republik Indonesia, Ki Hadjar Dewantara diamanahi jabatan sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan yang pertama. Dalam posisi ini, beliau terus berjuang untuk mewujudkan sistem pendidikan nasional yang adil, merata, dan mampu mencerdaskan kehidupan bangsa. Hingga akhir hayatnya pada tanggal 26 April 1959 di Yogyakarta, Ki Hadjar Dewantara tetap dikenang sebagai sosok guru Indonesia yang tak pernah lelah mengabdikan diri untuk kemajuan pendidikan tanah air. Warisan pemikiran dan semangatnya terus menginspirasi para pendidik di seluruh penjuru negeri untuk menjadi sosok guru Indonesia yang sesungguhnya, yaitu pendidik yang menginspirasi, membimbing, dan memberdayakan generasi penerus bangsa.