Di tengah keberagaman masyarakat Indonesia, menumbuhkan sikap saling menghargai menjadi salah satu fondasi utama untuk menciptakan kerukunan. Jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) memegang peranan krusial dalam pendidikan toleransi, mengajarkan siswa bahwa meskipun mereka berbeda dalam suku, agama, ras, atau golongan, mereka tetap sama sebagai sesama manusia. Inilah esensi dari pendidikan toleransi, yaitu memahami dan menerima perbedaan sebagai kekayaan, bukan sebagai sumber perpecahan.
Pendidikan toleransi di SMP tidak hanya sebatas teori dalam buku pelajaran. Ia harus diwujudkan melalui pembiasaan dan pengalaman nyata di lingkungan sekolah. Misalnya, melalui kegiatan diskusi kelompok yang melibatkan siswa dari berbagai latar belakang, di mana mereka diajak untuk memahami perspektif yang berbeda. Pada hari Senin, 15 Juli 2024, sebuah SMP di Jakarta Selatan mengadakan sesi “Bicara Toleransi” yang menghadirkan narasumber dari berbagai komunitas agama untuk berbagi pengalaman dan nilai-nilai luhur kepercayaan mereka. Aktivitas seperti ini secara langsung melatih siswa untuk saling menghargai dan melihat persamaan di balik perbedaan.
Selain itu, PMI juga dapat mengintegrasikan nilai toleransi dalam kegiatan ekstrakurikuler. Misalnya, melalui kegiatan Palang Merah Remaja (PMR) yang mengajarkan pentingnya menolong sesama tanpa memandang latar belakang. Proyek sosial yang melibatkan siswa dalam membantu masyarakat rentan, tanpa diskriminasi, juga sangat efektif. Pada tanggal 28 Agustus 2024, PMR di sebuah SMP di Makassar mengadakan kunjungan ke panti asuhan yang dihuni anak-anak dari berbagai suku dan agama, memberikan bantuan serta berinteraksi langsung. Pengalaman langsung ini menumbuhkan empati dan kesadaran akan pentingnya saling menghargai di tengah masyarakat.
Peran guru sebagai teladan juga sangat penting dalam menanamkan nilai toleransi. Guru yang menunjukkan sikap terbuka, adil, dan tidak diskriminatif akan menjadi contoh nyata bagi siswa. Sekolah juga dapat mengadakan peringatan hari-hari besar keagamaan secara bersama-sama, yang melibatkan partisipasi aktif dari seluruh siswa, meskipun berbeda keyakinan. Pada tanggal 5 April 2025, dalam rangka perayaan Hari Raya Idulfitri, sebuah SMP di Bali mengadakan acara halal bihalal yang dihadiri oleh seluruh siswa, guru, dan staf, termasuk yang non-Muslim, menunjukkan indahnya kebersamaan dan saling menghargai.
Lingkungan sekolah yang aman dan inklusif adalah kunci keberhasilan pendidikan toleransi. Sekolah harus menjadi tempat di mana setiap siswa merasa diterima dan dihargai, tanpa takut diskriminasi atau bullying berdasarkan identitas mereka. Kolaborasi dengan pihak keamanan, seperti kepolisian, juga bisa dilakukan untuk memberikan penyuluhan tentang bahaya intoleransi dan pentingnya menjaga kerukunan, seperti yang pernah dilakukan oleh Polsek setempat di sebuah SMP di Medan pada tanggal 10 Mei 2025 dalam program edukasi pelajar. Pada akhirnya, tujuan pendidikan toleransi di SMP adalah mencetak generasi muda yang memiliki wawasan luas, berjiwa inklusif, dan mampu hidup harmonis dalam masyarakat yang majemuk.